Ad Code

Responsive Advertisement

ABK Kapal Perikanan Tak Bersertifikat


Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mencatat 94 persen awak kapal perikanan tidak memiliki sertifikat sebagai anak buah kapal (ABK). Data tersebut mengacu pada hasil kajian DFW di Pelabuhan Perikanan Samudera, Muara Baru, Jakarta.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh. Abdi Suhufan mengatakan sertifikat seharusnya menjadi syarat bagi ABK Indonesia untuk bekerja di laut. “Sertifikat yang dimaksud adalah Sertifikat Keselamatan Dasar Perikanan atau BST-Fisheries,” kata Abdi, Selasa, 31 Mei 2022.

Menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Ketenagakerjaan perlu melakukan koordinasi dan pengawasan bersama atau inspeksi

ABK tak bersertifikat, tutur Abdi, melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Peraturan Menteri KP Nomor 33 Tahun 2021 tentang Tata Kelola Pengawakan Kapal Perikanan. Pasal 118 Permen KP No 33 menyebutkan AKP yang bekerja di kapal ikan ukuran 30-300 GT wajib memiliki BST-F.

Selain tak bersertifikat, survei yang digelar DWF menunjukkan 27 persen ABK tidak mengetahui manfaat sertifikasi. “Padahal sertfikasi ini penting sebagai bukti eksistensi mereka sebagai awak kapal ikan” kata Abdi.

Abdi menjelaskan, untuk memperoleh sertifikat keselamatan dasar, ABK Indonesia bisa mengikuti program di dua kementerian itu.

Namun, kata dia, ada standar biaya yang berbeda antara KKP dan Kemenhub. “Akhirnya semacam ada persaingan antara KKP dan Kemenhub dalam program sertifikasi ABK” kata Abdi.

Peneliti DFW Indonesia, Imam Trihatmadja, meminta KKP dan Kementerian Ketenagakerjaan melakukan inspeksi mengenai kondisi kerja awak kapal perikanan. Dari hasil penghematan di lapangan, ia menyebut jumlah pekerja ABK di Muara Baru diperkirakan mencapai 40 ribu orang.

“Muara Baru merupakan etalase pelabuhan perikanan modern di Indonesia sehingga upaya pembenahan perlu mulai dari sana” kata Imam.

Masalah sertifikasi ABK, ucap dia, menjadi penting karena bersinggungan keselamatan dan kompetensi ABK yang bekerja di kapal ikan. Resiko kerja di laut, ia melanjutkan, sangat besar dan berbahaya sehingga semua ABK perlu memiliki pengetahuan dasar dan standar tentang aspek keselamatan.

 Adapun mengutip data Organisasi Buruh Internasional, 24 ribu orang meninggal dan 24 juta orang terluka setiap tahun di kapal penangkap ikan komersial. Sementara itu di Indonesia, setiap tahun kurang lebih 100 orang nelayan dan ABK mengalami kecelakaan kerja ketika melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut.

Posting Komentar

0 Komentar