Musim Hujan
Gejala
umum bakteri moler berupa daun tidak tumbuh tegak, tapi meliuk karena batang
semu tumbuh lebih panjang. Warna daun hijau pucat atau kekuningan, tapi tidak
layu. umbi lapis tanaman sakit lebih kecil dan lebih sedikit dibanding dengan
tanaman sehat.
Pada
umumnya tanaman yang terkena serangan moler sejak awal pertumbuhan tidak dapat
menghasilkan umbi lapis. selanjutnya tanaman menjadi kering dan mati.
Menurut
Sri gejala penyakit seperti itu juga ditemukan di beberapa lahan pertanaman di
Semenanjung Kalpitiya, Srilanka. Sri menambahkan penyakit moler menyerang
tanaman saat musim hujan.
Namun,
di beberapa sentra bawang merah seperti di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul,
Yogyakarta, Kecamatan Rejoso, dan Sukomoro (Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur), dan
Kecamatan Tanjung (Kabupaten Brebes, Jawa Tengah), penyakit itu juga menyerang
saat kemarau. Tingkat keparahan penyakit rata-rata 0,75-15%.
Terus Bertambah
Menurut
Dr. Ir. Bambang Nugroho, MP dari Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana
Yogyakarta, penyakit moler perlu perhatian khusus dalam penanganannya.
Pasalnya, luas serangannya terus meningkat.
Berdasarkan
data Kementrian Pertanianpada 2003 jumlah penambahan luas serangan penyakit
moler mencapai 48,1 hektare (ha). Pada 2004 bertambah menjadi 116,8 ha dan 2005
mencapai 268,1 ha.
Padahal,
upaya pengendalian penyakit dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Pada 2003
upaya pengendalian dilakukan untuk areal tanam 4.569,1 ha. Pada 2004 meningkat
menjadi 8.095,2 ha.
Menurut
Bambang, pemanfaatan agen hayati menjadi pilihan untuk mengatasi penyakit
moler. Selain aman bagi lingkungan, penggunaan agen hayati juga lebih tepat
sasaran.
F. oxysporum f. sp. cepae adalah
cendawan patogen yang mampu bertahan hidup di dalam tanah dalam jangka waktu
yang lama. Patogen hidup secara internal di dalam jaringan tanaman inangnya.
Kondisi
itu membuat penyakit moler sulit dikendalikan apabila hanya menggunakan
fungisida.
Menurut
Manajer Pemasaran PT Du Pont Crop Protection Imdomesia, Arya Yudas, untuk
mengatasi moler menggunakan fungisida berbahan aktif azoksistrobin dan
difenokonazol.
Doktor
Patologi Tanaman alumnus Faculty of
Agriculture, Georg-August University, Jerman bernama Suryo menuturkan,
pengendalian moler dengan agen hayati dapat menggunakan bakteri menguntungkan.
Sekadar
menyebutkan beberapa bakteri menguntungkan adalah Pseudomonas fluoroscens atau ncendawan Tricoderma sp. Kedua jenis mikrob itu sudah terbukti secara ilmiah
mengatasi serangan penyakit cendawan fusarium.
Ahli
penyakit tanaman di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah,
Loekas Soesanto PhD, membuktikan bahwa mikrob itu manjur mengatasi moler.
Pestisida Hayati
Pada
ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ke-29 di Institut Pertanian Bogor (IPB)
pada 9-10 Agustus 2016, tim mahasiswa dari Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, memamerkan produk pestisida
hayati untuk mengatasi penyakit moler.
Tim
yang terdiri atas Annisa Riska Wahyuni, Agus Murdianto, Burhanudin, Ari Sahar,
Diah Indiani, memproduksi pestisida hayati menggunakan bakteri Streptomyces sp.
Menurut
Burhanudin streptomyces terbukti ampuh menghambat pertumbuhan cendawan
fusarium. Berdasarkan hasil penelitian tim secara in vitro, isolat streptomyces
mampu menghambat pertumbuhan cendawan fusarium hingga 45,6%.
Burhanudin
menuturkan streptomyces menekan pertumbuhan fusarium dengan menghasilkan
antibiotik dan enzim hidrolik, enzim yang dapat mengurai polisakarida, lipid,
fosfolipid, asam nukleat, dan protein.
Setelah
terbukti secara in vitro, mereka di bawah bimbingan Ir. Irwan Muthahanas Msi,
dosen Fakultas Pertanian Universitas Mataram, memproduksi larutan pestisida
hayati dari larutan molase yang ditambahkan isolat streptomyces.
“Untuk menggunakannya cukup dengan menyiramkan
larutan pestisida hayati di sekitar tanaman dengan konsentrasi 5 ml per
tanaman,” tutur Burhanudin. Dengan begitu, perkebunan bawang merah tak perlu
masygul akibat serangan inul.
0 Komentar