Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
menyebutkan bahwa Inovasi harus mengarah pada teknologi pertanian cerdas,
karena pembangunan menggunakan tangan manusia sudah tidak populer, mengingat
jumlah lahan dan minat di pertanian yang semakin berkurang.
Anggota Dewan Pengarah BRIN Marsudi
Wahyu Kisworo mengatakan, solusi untuk masalah ini adalah dengan penggunaan
inovasi teknologi alat pertanian, yang memanfaatkan kecerdasan buatan dan juga
tenaga kelistrikan.
Ia menyebutkan bahwa engineer pengembang
mobil listrik dan teknologi serupa, pastinya bisa menciptakan alat-alat
pertanian yang memanfaatkan tenaga listrik, seperti traktor tanpa awak yang
bertenagakan listrik dari panel surya.
Sehingga, inovasi teknologi Indonesia
harus lebih diarahkan ke bagian alat pertanian dan terciptalah pertanian
cerdas, yang automasinya melibatkan berbagai disiplin ilmu, mulai dari
informasi, teknologi, elektro dan juga internet atau IoT.
Tren teknologi inovasi lain yang harus
dimiliki sektor pertanian Indonesia yaitu precision farming. Teknologi ini
memanfaatkan drone untuk kepentingan penyebaran pupuk dan air, sehingga
keduanya lebih efisien, terkontrol, dan tentunya tidak boros.
“Teknologi IoT juga diperlukan untuk
mendeteksi tanaman, misalnya kapan harus diberikan air, jika cukup, otomatis
krannya ditutup, dan sebagainya,” ucap Marsudi, dilansir dari Antara, Senin, 27
Maret 2023.
Lebih lanjut dijelaskan Marsudi bahwa
faktor utama keberhasilan produksi pertanian adalah dengan meningkatkan
produktivitas di hulu, salah satunya dengan memanfaatkan metode rekayasa
genetik. Ia juga membandingkan produksi tebu di India dan Brasil yang mencapai
140 ton per hektar, sedangkan di Indonesia hanya mencapai 60 hingga 70 ton tebu
per hektar.
Melihat kondisi ketahanan pangan tahun
ini, Badan Pangan Nasional melaporkan bahwa komoditas seperti gula, garam,
daging, kedelai, hingga bawang putih sebagian besar masih bergantung pada
impor. Maka dari itu, ia menilai bahwa inovasi harus difokuskan pada
komoditas-komoditas tersebut.
Marsudi menjelaskan bahwa Indonesia
termasuk dalam negara dengan tingkat pangan rusak atau food loss tinggi di
dunia, yakni mencapai 30 persen. Salah satu faktor penyebabnya yaitu, gudang
penyimpanan bahan baku dengan dinding beton membuat pangan seperti beras cepat
rusak.
Melalui inovasi teknologi controlled
atmosphere storage (CAS) bisa menjawab permasalah ini. CAS adalah ruang
penyimpanan dengan atmosfer yang bisa dikendalikan, sehingga mampu mematikan
bakteri-bakteri penyebab pembusukan pangan.
Saat ini, negara-negara pengekspor
pangan terbesar di dunia sedang gencar memanfaatkan teknologi dari hulu hingga
hilir, sehingga produktivitas pangan yang dihasilkan pun semakin meningkat dari
waktu ke waktu.
Sumber : ringtimesbali.pikiran-rakyat.com ( KLIK SINI )
KONTEN MENARIK TENTANG DUNIA AGRIBISNIS ( KLIK SINI )
0 Komentar