AGRIBISNISMSG3.COM-
Para pembaca agribisnis msg3, kali ini kami akan sharing mengenai cara budidaya
cacing mulai dari sejarah , manfaat sampai pemanenan akan kita bahas satu per
satu.
1. Sejarah
Cacing tanah
termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata).
Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas
ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan
yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan
ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan
manusia.
2. Jenis cacing
Jenis-jenis
yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae
dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx,
Diplocardi dan Lidrillus. Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak
diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing
tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa
tumbuhan. Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah
segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen
27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga
tubuhnya lebih
kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis
lain. Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen.
Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris
berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain
cacing merah, cacing koot dan cacing kalung. Cacing tanah jenis Perionyx
berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan dengan jumlah segmen
75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak
manja sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius.
Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis
yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat badan,
produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak banyak
bergerak.
3. Manfaat Cacing
Dalam bidang
pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dan
struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman
menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang
menguntungkan tanaman. Selain itu juga
cacing tanah
dapat digunakan sebagai:
1.
Bahan
Pakan Ternak
Berkat kandungan protein, lemak dan
mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
seperti unggas, ikan, udang dan kodok.
2.
Bahan
Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit.
Secara tradisional cacing tanah
dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan
bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.
3.
Bahan
Baku Kosmetik
Cacing dapat diolah untuk digunakan
sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.
4. Makanan
Manusia
Cacing merupakan sumber protein yang
berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging
sapi atau Ayam.
4. Persyaratan lokasi
budidaya
1. Tanah sebagai
media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.
2. Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari
serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati.
Cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah
dicerna oleh tubuhnya.
3. Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah
memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau ph sekitar 6-7,2. Dengan
kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk
mengadakan pembusukan atau fermentasi.
4. Kelembaban
yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara
15-30 %.
5. Suhu yang
diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon adalah sekitar
15–25 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat C
masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.
6. Lokasi
pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan pengawasannya
serta tidak terkena sinar matahari secara langsung, misalnya di bawah pohon
rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus (permanen) yang atapnya terbuat
dari bahan-bahan yang tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.
5. Pedoman Budidaya
5.1 Penyiapan sarana
dan peralatan
Pembuatan
kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti
bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat. Salah satu contoh
kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m
dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat sebagai tempat
wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang dapat pula tanpa dinding (bangunan
terbuka). Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk,
pancing bertingkat atau pancing berjajar..
Persiapan yang
diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh,
menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan
kandang
pelindung.
1. Pemilihan
Bibit Calon Induk
Sebaiknya dalam beternak cacing tanah
secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah
yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit
cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari
tempat pembuangan kotoran hewan.
2. Pemeliharaan
Bibit Calon Induk
Pemeliharaan dapat dibagi menjadi
beberapa cara:
A.Pemeliharaan
cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah
dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika sarang berukuran tinggi sekitar 0,3
m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000
ekor cacing tanah dewasa.
B.Pemeliharaan
dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, sebagian cacing
tanah dipindahkan ke bak lain.
C.Pemeliharaan
kombinasi cara a dan b.
D.Pemeliharaan
khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain.
E.Pemeliharaan
khusus cacing dewasa sebagai bibit.
3. Sistem
Pemuliabiakan
Apabila media pemeliharaan telah siap
dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan
dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus
dimasukan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa
bibit cacing tanah diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit
cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit
cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang
berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila
dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu betah
dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing akan
berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus segera diganti
dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram dengan air,
kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening (tidak berwarna
hitam atau cokelat tua).
4.
Reproduksi, Perkawinan
Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit,
yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian,
untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang
cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur.
Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon
ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan
menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor. Diperkirakan
100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing
tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang
(klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing
dewasa akan dihasilkan 1 kokon.
5.3 Pemeliharaan
1. Pemberian
Pakan
Cacing tanah diberi pakan sekali dalam
sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1
Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing
tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai
sebagai media. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing
tanah, antara lain :
-pakan yang diberikan harus dijadikan
bubuk atau bubur dengan cara diblender.
-bubur pakan
ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media,
sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
-pakan ditutup
dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.
-pemberian pakan
berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu, harus diaduk dan jumlah
pakan yang diberikan dikurangi.
-bubur pakan
yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai perbandingan air 1:1.
2. Penggantian
Media
Media yang sudah menjadi tanah/kascing
atau yang telah banyak telur (kokon) harus diganti. Supaya cacing cepat
berkembang, maka telur, anak dan induk dipisahkan dan ditumbuhkan pada media
baru. Rata rata penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.
3.
Proses Kelahiran
Bahan untuk media pembuatan sarang
adalah: kotoran hewan, dedaunan/Buah-buahan, batang pisang, limbah rumah
tangga, limbah pasar, kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur kayu. Bahan yang
tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan, kecuali
kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk kembali. Bahan campuran
dan kotaran ternak dijadikan satu dengan persentase perbandingan 70:30 ditambah
air secukupnya supaya tetap basah.
6. Hama dan penyakit
Keberhasilan
beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh
cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang,
burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa,
lintah, kutu dan lain-lain. Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang
memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua
zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut merah
dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air
cukup.
7. Panen
Dalam beternak
cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu
biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing). Panen cacing
dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan
alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah
sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas
media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya. Ada
cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang
gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang
dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal. Jika pada saat panen sudah
terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah
semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur
akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan
Daftar Pustaka
ü Asep,
Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum' at, 2 Juli 1999).
ü Budiarti,
Asiani, Palungkun, Roni, Cacing Tanah (Jakarta : Penebar Swadaya, 1992).
ü Endang, Wawancara
dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli 1999).
ü Hamzah, Wawancara
dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli 1999).
ü Hud, Wawancara
dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli 1999).
ü Rudi, Wawancara
dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum' at, 2 Juli 1999).
ü Sayuti, Fahri, Pedoman
Praktis Budidaya Cacing Tanah (Bandung : Pusat Latihan Dan Pengembangan,
1999).
ü Syaeful, Wawancara
dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli 1999).
ü Waluyo,Neno, Wawancara
dengan Mahasiswa Peternak Cacing Tanah (Bogor : Kamis, 24 Juni l999).
Sumber : Kantor
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Sumber gamber : Google
Baik sekian
sharing kali ini dari MSG 3 tentang budidaya cacing, semoga bisa bermanfaa bagi
para pembaca sekalian J
Terima kasih.
0 Komentar