Ad Code

Responsive Advertisement

Petani Blora Beralih Ke Pertanian Organik

 

Petani di Desa Sidorejo di Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, kini mulai beralih dari pertanian konvensional yang menggunakan bahan kimia menuju pertanian organik.

Peralihan tersebut tidak terlepas dari pendampingan yang dilakukan oleh Pertamina dengan program Pertanian Sehat Ramah Lingkungan Berkelanjutan (PSRLB) atau pertanian organik.

Abdul Muiz, salah satu petani yang beralih ke pertanian organik mengatakan pendampingan yang dilakukan oleh Pertamina sangat membantu dirinya dalam bercocok tanam. Ia semakin paham tentang pertanian organik yang baru dilakukannya sekali ini.

“Ya tentunya lebih tahu teori-teori tentang bertanam. Kalau dulu konvensional pokoknya ikut-ikutan enggak pakai teori. Lha sekarang kan menggunakan teori berdasarkan pelatihan,” ucap Muiz saat ditemui di sawah pada Sabtu (5/11/2022).

Pria 62 tahun tersebut mengungkapkan keinginannya beralih melakukan pertanian organik agar tidak ketergantungan dengan unsur kimia. Selain itu, di usianya yang sudah tidak lagi muda semakin menyadarkannya agar lebih mementingkan faktor kesehatan.

Meski baru pertama kali panen dengan menggunakan sistem organik, ia mengaku sudah banyak manfaat yang diperolehnya.

“Rasanya beras lebih enak, harganya juga lebih tinggi, hampir dua kali lipat,” kata dia.

Menurutnya, beras hasil pertanian organik dihargai lebih tinggi dari pada beras hasil pertanian kimiawi.

Sedangkan dari sisi pengeluaran, ongkos produksi juga lebih irit bila dibandingkan dengan kimiawi. Sebab, para petani organik juga lebih mudah membuat dan mendapatkan pupuk dari bahan organik.

"Yang bayar itu hanya traktor dan tandur (tanam). Ongkos produksi kalau konvensional itu bisa mencapai Rp 3 juta.Kalau organik paling sekarang Rp 1 juta, karena dibuat sendiri, semprot buat sendiri, pestisida buat sendiri, jadi iritnya di situ," terang dia.

Dengan adanya pendampingan dari Pertamina, Abdul Muiz berharap semakin banyak petani yang beralih ke pertanian organik.

"Harapan saya ya tidak hanya kelompok-kelompok kami yang sudah dilatih saja yang bertanam organik, mestinya ya lingkungan luas masyarakat sekitar juga ikut," harap dia.

Sementara itu, petani organik lainnya, Sunaryo mengaku dirinya sudah melakukan pertanian organik sebelum ada pendampingan dari Pertamina.

Namun, pada saat dirinya bertani organik, tidak banyak rekan seprofesinya yang berani untuk melakukan hal serupa.

"Sebenarnya permasalahan petani itu kurang yakin dengan organik. Beberapa permasalahan mungkin hasilnya, lalu untuk penjualannya," kata dia.

Kemudian, setelah adanya pelatihan tersebut, para petani sebelumnya khawatir perlahan-lahan yakin dengan manfaat yang didapatkan dengan bercocok tanam seperti itu.

"Dengan adanya pendampingan dari Pertamina ini juga saya sangat terbantu. Akhirnya banyak orang mengerti bahwa dengan organik itu petani lebih banyak diuntungkan," ujar dia.

Keuntungan yang didapat dari proses pertanian organik tentu saja, para petani tidak tergantung dengan keberadaan pupuk kimia. Seperti diketahui sering kali pupuk kimia kadang sulit didapatkan dan harganya cenderung mahal.

Kepala Desa Sidorejo, Agung Heri Susanto mengaku kehadiran Pertamina di bidang pertanian melalui program tersebut sangat memudahkannya dalam mengedukasi masyarakat.

"Walaupun kita baru mendapatkan program CSR Pertamina untuk bidang pertanian, ini memudahkan kami dan masyarakat untuk mendapatkan ilmu bagaimana mengelola tanah yang ramah, dan betul-betul bisa diharapkan pembenahan unsur alam ini bisa sustainable atau berjalan terus-menerus," kata dia.

Hal ini juga memudahkan petani  yang mana selama ini dilanda kesulitan karena tergantung pada pupuk kimia hingga menyebabkan gagal panen dalam dua tahun terakhir ini.

Maka dari itu, dengan kehadiran Pertamina, masyarakat yang sudah bingung dan panik mengolah sawahnya kemudian secara perlahan mulai bersemangat lagi untuk bercocok tanam.

Dia mengatakan pendampingan sangat penting bagi para petani. Dia pun berharap pendampingan tersebut terus berlanjut hingga para petani bisa mandiri. 

"Kami berharap tidak hanya putus di sini. Karena, untuk bicara lingkungan yang sustainable, enggak bisa hanya waktu setahun. Petani itu enggak bisa hanya diberikan sosialisasi diberikan ilmu lalu ditinggal," katanya.

"Petani harus didampingi, setelah itu step by step akan mandiri. Setelah itu petani baru dilepas, tatkala menjadi mandiri akan menjadi awal yang bagus. Tetapi kalau enggak diteruskan, saya enggak yakin bahwa petani ini bisa mandiri," jelas dia.

Sehingga di kemudian waktu, sebagai pengambil kebijakan desa, Agung juga tak ragu untuk mem-branding Desa Sidorejo, sebagai desa wisata edukasi organik herbal milenial.

Sony Aditya Kusuma, selaku Communication Relation & CID Zona 11 Pertamina EP Asset 4 Field Cepu menilai, program pertanian organik merupakan pilihan untuk menyikapi keadaan produksi hasil pertanian yang semakin menurun akibat tanah yang kian rusak. Sebab, para petani konvensional yang menggunakan pupuk kimia  merusak keadaan ekosistem dalam tanah dan juga lingkungan.

"Sementara dengan pertanian system PSRLB/Pertanian organik mampu memperbaiki kembali ekosistem yang ada dalam tanah. Sehingga tanah menjadi subur," ujar Sony kepada kompas.com, Senin (7/11/2022).

Dalam pertanian organik, para petani diberdayakan untuk membuat pupuk kompos dan pupuk cair dari bahan-bahan di sekitar yang mudah didapat. Sementara terkait dengan pemilihan lokasi yang dipusatkan di Kecamatan Kedungtuban, dia mengungkapkan karena banyak aktivitas Pertamina berupa lokasi pertambangan yang ada di wilayah tersebut.

"Sehingga dipilih Kecamatan Kedungtuban untuk dijadikan pilot projek kegiatan CSR, dan di sana juga terdapat potensi alam yang baik untuk dilaksanakannya program tersebut," kata dia. Program tersebut akan dilaksanakan sampai tahun 2025 mendatang atau sampai dengan masyarakat menjadi mandiri dalam bertani secara organik.

SUMBER : kompas.com

Posting Komentar

0 Komentar