Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) mencatat data terbaru potensi ikan di perairan Indonesia.
Hasilnya ada 12,01 juta ton potensi ikan per tahun. Ini mengacu pada 11 Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) menyusul terbitnya
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 19 Tahun 2022.
Sesuai Kepmen KP Nomor
19/2022 total estimasi potensi sumber daya ikan di 11 WPPNRI sebanyak 12,01
juta ton per tahun dengan JTB 8,6 juta ton per tahun. Estimasi potensi tersebut
dibagi dalam sembilan kelompok sumber daya ikan yaitu ikan demersal, ikan
karang, pelagis kecil, cumi, udang penaeid, lobster, rajungan , kepiting dan
pelagis besar.
“Bagaimana proses ini
dilakukan? Ada pengumpulan data yang dilakukan oleh teman-teman peneliti dari
berbagai sumber. Ada yang dari survei menggunakan kapal riset, observer, juga
memanfaatkan statistik perikanan. Kemudian data itu diproses dan dianalisis
menggunakan model-model pengkajian stok sumber daya ikan yang ada. Nah dari
hasil analisis ini dikeluarkan lah hasil estimasi yang dilakukan di semua WPP
dan juga per kelompok jenis ikan,” ungkap Ketua Komisi Nasional Pengkajian Ikan
(Komnas Kajiskan) Prof. Indra Jaya dalam dialog Bincang Bahari KKP di Media
Center KKP, Jakarta Pusat, Rabu (6/4/2022).
Direktur Pengelolaan
Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap KKP, Ridwan Mulyana mengungkapkan,
metodologi penghitungan yang dipakai untuk menentukan potensi estimasi sumber
daya ikan saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Di antaranya menggunakan
data fisheries hidroakustik yang sudah berstandar internasional.
“Metodologi yang
sekarang lebih baik dibanding tahun 2016 dan 2017 lalu. Beberapa hal, seperti
data catch-nya itu sudah berbasis WPP sebelumnya berbasis perikanan pantai,
kemudian juga ada Onedata yang lengkap terintegrasi. Terkait data biomassa dan
sebaran juga sudah menggunakan data hidroakustik yang sudah berstandar FAO.
Kalau sekarang kan juga ada akustik dengan split sistem. Kalau dulu namanya
dual beam sekarang split beam yang sudah bisa mengetahui jenis ikan,” ungkap
Ridwan.
Melalui Kepmen KP Nomor
19/2022, penentuan Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan (JTB) untuk
masing-masing SDI memiliki perbedaan dari tahun sebelumnya. Bila kebijakan
sebelumnya menggunakan angka 20 persen dari estimasi potensi yang ada di setiap
WPPNRI, maka saat ini tergantung pada kondisi sumber daya ikan yang dimaksud.
Bila kondisinya mengkhawatirkan untuk ditangkap maka JTB-nya lebih dari 20
persen dari potensi yang ada.
“Ini kita lebih cermat
ke arah kesehatan laut, bagaimana status ikan tersebut apakah cukup
mengkhawatirkan bila dieksploitasi secara berlebihan, sehingga tidak dipukul
rata 20 persen. Sederhananya begini, kalau ikan itu memang rentang terhadap eksploitasi,
biasanya nilai kehati-hatiannya juga lebih besar di atas 20 persen,” ungkapnya.
Ridwan menyadari,
perlunya data estimasi potensi sumber daya yang lebih spesifik berdasarkan
jenis ikan, sebab yang disajikan saat ini masih ada data ikan berdasarkan
pengelompokan, seperti ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, serta ikan
karang. Di samping itu, jenis ikan yang masuk penghitungan juga harus
diperbanyak.
“Ke depan akan
diperkuat bagaimana supaya jenis komoditas ini bertambah jumlahnya. Saat ini masih
ada yang memang per kelompok belum detail seperti kepiting, lobster. Ke depan
kita akan kembangkan supaya lebih banyak berdasarkan komoditas,” tambahnya.
Terbitnya Kepmen KP
Nomor 19/2022 sekaligus untuk mendukung implementasi program terobosan KKP yakni
kebijakan penangkapan terukur. Angka estimasi potensi dan JTB menjadi dasar
bagi KKP untuk menentukan jumlah kuota penangkapan yang akan diberikan kepada
nelayan lokal, industri dan juga nonkomersial.
Mengenai kuota
penangkapan ini, Ridwan pun memastikan utamanya untuk nelayan lokal.
Sementara, Asisten
Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto mengatakan data saat ini
menjadi salah satu komoditas yang lebih berharga dari pada minyak.
“Kami berterima kasih atas kerja keras Komnas Kajiskan dengan data yang dihasilkan memenuhi integrity, transparansi, dan akuntabel. KKP akan selalu mengambil kebijakan berbasis data agar nantinya regulasi yang dihasilkan bisa memberikan dampak positif bagi keberlanjutan sumber daya ikan dan pelaku usaha,” katanya.
0 Komentar